Tak dapat dipungkiri, Assassin’s Creed telah menjadi
salah satu franchise terlaku saat ini. Kisah Desmond Miles dan
leluhurnya seolah tidak ada habisnya untuk dibuat Ubisoft dari tahun ke
tahun. Setelah fans dibuat harus melihat Ezio dalam tiga tahun terakhir,
sang developer akhirnya beranjak membawa Desmond pada sosok yang baru.
Dengan menampilkan sosok leluhur yang berbeda dari sebelumnya, turut
diperkenalkan pula setting historikal yang lain lagi. Jauh dari Roma dan
Konstantinopel, pengembangan ini siap membawa gamers ke Amerika.
Gaya
penceritaan fiktif yang merujuk pada referensi bernilai historis memang
merupakan satu hal yang jadi keunikan serta daya tarik franchise-nya.
Dan hal tersebut seolah makin menarik lagi ketika Assassin’s Creed III
ini dikonfirmasikan menampilkan setting Amerika masa kolonial. Lebih
tepatnya, ketika era Perang Revolusi atau yang dikenal juga dengan
Perang Kemerdekaan Amerika Serikat tengah berkecamuk. Siapa sih yang
pernah menyangka, perseteruan Assassin dan Templar ternyata ikut punya
peran dalam peristiwa bersejarah tersebut? Ubisoft untuk sekali lagi kembali berhasil memadukan antara sejarah nyata dan karya fiksi rekaannya.
Upaya Desmond menyelamatkan dunia dari kiamat kini mengantarnya pada penelusuran leluhurnya yang bernama Connor,
seorang Indian yang juga berketurunan Inggris. Connor merupakan seorang
saksi atas ketidakadilan yang disebabkan kolonialisme Inggris saat itu,
terutama ketika hal tersebut dialami desanya dan merenggut nyawa ibunya
sendiri. Merasa bahwa ia harus menuntut balas pada pihak yang
bertanggung jawab sekaligus melindungi mereka yang ditindas, Connor
menemui seorang bernama Achilles yang kemudian membekalinya dengan
kemampuan dan keahlian Assassin yang dikuasainya. Dari situ, perjuangan
Connor memerangi ketidakadilan pun dimulai. Dalam perjalanannya, ia juga
akan dipertemukan dengan sejumlah tokoh besar, yang di antaranya bahkan
melibatkan nama George Washington.
Selain dikenal khas dengan cerita berbumbu historis, Assassin’s Creed juga identik dengan open world sebagai kekuatan gameplay-nya. Tidak terkecuali halnya pada Assassin’s Creed III, pengembangan ini kembali menampilkan salah satu setting terbaik yang pernah ada dalam sebuah game open world.
Bukan cuma menarik secara setting bergaya Amerika masa kolonial, tapi
pengembangan inipun membawakannya dalam suatu tingkatan yang luar biasa,
lebih besar dari apa yang pernah fans temukan di game terdahulunya.
Begitu luas dan tidak hanya meliputi perkotaan seperti Boston atau New
York di masa lampau, tapi juga eksplorasi ke alam liar yang disebut
Frontier. Layaknya alam liar yang sesungguhnya, Frontier dihuni pula
oleh hewan-hewan liar yang dapat Connor buru dan kuliti guna mendapatkan
item ala Monster Hunter. Dengan setting yang sangat luas, terdapat pula banyak hal untuk kalian eksplorasi. Untungnya, masih tersedia dukungan fast travel yang akan sangat membantu kalian dalam berkeliling dari satu wilayah ke wilayah lainnya.
Walau memiliki open world
yang dapat dieksplorasi sebagai salah satu kelebihannya, gameplay yang
dikemas menarik dalam beragam misi intinya adalah hal yang ikut menjaga
perhatian gamers tetap tertuju di sepanjang game. Terkesan epik ketika
pertempuran tidak hanya terjadi melibatkan Connor yang bertarung
sendirian menghadapi pasukan lawan, tetapi juga dengan pasukan yang
membuatnya bernuansa massal dan kolosal. Connor akan berperang
bersama-sama dengan para prajurit di medan tempur, memberikan komando
meriam untuk menghalau serbuan lawan, hingga melakukan simulasi Naval
War dari balik kemudi kapal Aquila di perairan. Perlu diakui, Naval War
inilah yang ikut menjadi nilai tambah tersendiri sekaligus membedakannya
dari beberapa game sebelumnya. Kalian dapat mengemudikan kapal dan
berperang dengan armada laut lainnya, menghancurkannya dengan
persenjataan yang kalian miliki, atau bahkan menyerbu ke kapal lawan dan
melumpuhkan langsung kaptennya. Selain itu, sejumlah misi yang ada di
dalam game inipun merupakan misi-misi yang direferensikan menurut
peristiwa sebenarnya.
Di samping dari misi utama, banyaknya side quest yang tersebar di seluruh penjuru map
bisa jadi hal yang juga menyita waktu gamers. Tidak sepenuhnya
ditujukan untuk mengalihkan perhatian kalian dari misi utama, ada pula
misi-misi bersifat sekunder yang memang punya peran tersendiri. Salah
satunya adalah Homestead Mission dimana kalian dapat mengembangkan
populasi Homestead. Dengan menyelesaikan misi-misi Homestead, Connor
akan mendapat lebih banyak NPC yang ikut mengembangkan Homestead-nya.
Kemudian, Homestead yang semakin berkembang akan menghasilkan pendapatan
yang bisa kalian peroleh melalui crafting yang hasilnya dapat
dijual menggunakan karavan. Seperti yang sempat disebutkan, Connor juga
dapat menghasilkan uang dari hewan-hewan buruannya. Untuk itu, perlu
diperhatikan pula bagaimana cara kalian memburunya. Clean kill akan memberikan nilai yang lebih tinggi, sedangkan penggunaan pistol malah akan menguranginya. Untuk mendukung hunting sebagai salah satu fitur di dalamnya, turut disertakan pula mekanisme trap dan penggunaan sejumlah item khususnya.
Adapun
beberapa peningkatan mekanisme juga ikut disertakan pada pengembangan
kali ini. Dengan lokasi yang turut menyertakan alam liar Frontier,
sekarang Connor tidak hanya dapat melompat lincah dari genteng ke
genteng, tapi juga memanjat dari pohon ke pohon, berayun dari dahan satu
ke dahan yang lain. Pergerakan tersebut dapat dilakukannya dengan mulus
dan luwes, yang juga memungkinkannya dapat melakukan air assassinate dari atas pohon. Lalu, untuk sistem pertarungannya tidak lagi memerlukan target lock dan memberikan kesan lebih dinamis dengan counter yang simpel hanya menekankan timing dan mengharuskan kalian melakukan break defense pada tipikal lawan tertentu. Persenjataan kali inipun terbilang cukup banyak, dengan sebagian di antaranya menampilkan varian tomahawk sebagai keunikan Connor di samping hidden blade
yang masih jadi khas seorang Assassin. Meski sarat peningkatan, tetap
saja gameplay inipun tidak luput dari kekurangan seperti AI lawan yang
kerap terasa janggal (dalam artian kurang cerdas) pada sesi stealth atau kontrol freerunning yang ada kalanya menjadi masalah saat momen kejar-kejaran (menempel pada obyek yang tidak diinginkan).
Secara visual, Assassin’s Creed III
tampak memukau. Setting perkotaan Amerika klasik yang kelihatan padat,
Frontier yang divisualisasikan secara indah, efek perairan yang cukup
cantik hingga banyaknya NPC yang dapat dimunculkan sekaligus dalam satu
layar saat perang massal. Belum lagi ditambah dengan setting yang juga
dapat mengalami perubahan musim. Hal-hal tersebut telah membuktikan
potensi engine baru Anvil Next yang digunakan Ubisoft kali ini.
Akan tetapi, sayangnya harus diakui bahwa beberapa kelemahan teknis pun
cukup marak ditemukan di dalamnya. Frame rate yang cenderung bermasalah, tekstur obyek dan environment yang sering terlambat muncul, bug grafis, dan bahkan freeze
yang sempat saya pribadi alami (versi PS3). Selebihnya, visualisasi
yang diperlihatkan game ini terhitung bagus, walau terbentur dengan
kendala yang meliputi faktor teknisnya seolah jadi pengorbanan. Terlepas
dari minus tersebut, grafis yang ditunjukkan memanglah potensial
dikembangkan.
Secara sound, kualitas cukup ditonjolkan oleh voice acting
dan penggunaan musiknya. Aksen dari sejumlah karakter dengan asal
kebudayaan yang berbeda cukup ditunjukkan baik, mana yang merupakan
karakter berkebangsaan Inggris, Amerika, ataupun Indian. Untuk
menghidupkannya lebih lanjut, bahasa suku Indian bahkan ikut pula
diperdengarkan meski dengan jagoan yang sebenarnya agak dirasa kurang
ekspresif secara suara. Sebagai musik yang menghiasi in-game-nya, sejumlah nada yang tematis juga terdengar pas mengiringi momen-momen dramatis di dalamnya.
Durasi yang diperlukan untuk menyelesaikan seluruh sequence
di dalam game ini jelas tidak akan lama apabila gameplay dimainkan
hanya sekedar dengan menjalankan misi-misi utamanya. Namun, layaknya
sebuah Assassin’s Creed dan terutama dengan mengusung predikat sebagai
yang terbesar sejauh ini, Assassin’s Creed III menghadirkan segudang hal yang dapat gamers eksplorasi. Bagusnya lagi, side quest yang ditawarkan pun cukuplah terhitung punya variasi, meski tetap belum sepenuhnya lepas dari repetisi. Untuk single player-nya sendiri, game ini sudah dipastikan bakal sangat menyita waktu dimainkan. Sebagai nilai tambahan, multiplayer yang telah diperkenalkan semenjak Brotherhood
pun kembali dihadirkan dengan membawa serta sejumlah perkembangan.
Peningkatan ditunjukkan di antaranya melalui beberapa mode baru yang
ditambahkan. Salah satunya adalah Wolfpack yang membutuhkan kerjasama
gamers sebagai tim dalam sebuah mode co-op.
sumber : http://www.videogamesindonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar